Sajak Tanpa Nama
Ada yang diam-diam mencintaimu.
Bukan dalam wujud yang dapat kau lihat, bukan dalam suara yang dapat kau dengar.
Ia menjelma huruf, merayap pelan di setiap aksara yang kau baca sebelum tidur.
Menyelinap di antara baris-baris sajak yang kau tulis tanpa sadar,
menyusup dalam helaan napas yang kau embuskan di antara jeda perenungan.
Ia ada di sana, meski tak pernah kau sadari.
Di balik jendela yang kau tatap ketika hujan turun perlahan,
di desau angin yang berbisik pelan di telingamu,
di kelopak bunga yang mekar di sudut taman tempatmu sering duduk termenung.
Ia adalah senja yang menyelimuti langkahmu dengan cahaya keemasan,
adalah malam yang diam-diam merengkuhmu dalam dingin,
adalah fajar yang menatapmu dari kejauhan,
membisikkan harapan yang tak pernah kau pahami.
Setiap kata yang kau ucapkan,
setiap diksi yang kau rangkai dalam ketidaksengajaan,
ia melengkapinya dengan rindu yang tak pernah habis.
Seperti hujan yang jatuh tanpa ditanya,
seperti bintang yang bersinar tanpa meminta balasan.
Ia mencintaimu dalam diam,
dalam sunyi yang tak butuh pengakuan,
dalam bayang-bayang yang tak pernah menuntut kehadiran.
Tak ada yang tahu, bahkan kau pun tak mengerti,
bahwa seseorang telah menjadikanmu…
puisi yang abadi.
Puisi yang tak pernah usai ditulisnya,
tak pernah lelah diulangnya dalam doa,
tak pernah pudar meski waktu berusaha menghapusnya.
Ia tak meminta apa-apa,
tak butuh kau temukan.
Cukup baginya menjadi bait yang kau baca dalam kesunyian,
menjadi makna di balik metafora yang tak pernah kau curigai,
menjadi nyanyian tak bersuara yang selalu menemanimu.
Sebab baginya, mencintaimu adalah ketetapan,
adalah takdir yang ia jalani dengan senyum yang kau tak pernah tahu.
Dan meski kau tak pernah berbalik menatapnya,
ia tetap di sana…
menjadikanmu puisi yang abadi.
Baca Juga : Kaulah Makna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar