Membacamu Melebihi Sunyi
Di lembar buku yang tidak aku pahami, kutemukan jejak-jejak asing yang menyerupai namamu.
Huruf-hurufnya berkelindan seperti akar yang lupa jalan pulang, berputar, melingkar, menari di antara ruang yang tak pernah sepenuhnya kupahami.
Aku mengeja setiap katanya dengan perlahan, seakan-akan jika terburu-buru, aku akan kehilanganmu di antara baris-baris yang asing.
Aku membaca dan terus membaca, bukan karena ingin mengerti, tetapi karena ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar kata.
Seperti gelombang yang tiba-tiba datang tanpa diundang, kau mengetuk ruang-ruang kosong dalam dadaku, mengisi kekosongan yang bahkan aku tak tahu sejak kapan ada di sana.
Setiap baris terasa seperti bisikan samar, bergetar dalam hening, menggema di tempat-tempat yang bahkan sepi pun tak mampu singgah.
Aku bertanya-tanya, apakah memahami harus selalu berarti mengerti?
Ataukah cukup bagiku untuk duduk diam di hadapan buku ini, merasakan setiap aksara menyusup perlahan ke dalam pikiranku seperti udara yang memasuki jendela kamar saat subuh?
Mungkin memang tak semua yang tertulis harus dicari maknanya.
Mungkin beberapa hal hanya perlu dirasakan, seperti angin yang melewati tubuh tanpa harus ditangkap dalam genggaman.
Lembar demi lembar, aku menyusuri jalan yang tak aku kenal.
Kadang kutemui kehangatan, kadang hanya kehampaan, tetapi semuanya tetap mengarah kepadamu.
Namamu tetap muncul di sela-sela keheningan itu, terselip di antara frasa-frasa samar yang seolah ingin aku temukan namun tak pernah benar-benar menampakkan diri sepenuhnya.
Membacamu selalu melebihi sunyi—bukan karena kau riuh, bukan pula karena kau berisik.
Tapi karena kau memiliki cara sendiri untuk hadir dalam ketidakhadiran.
Kau adalah baris yang tak perlu diucapkan, tetapi selalu terasa.
Kau adalah kata yang tak perlu dipahami, tetapi selalu kurindukan.
Mungkin aku tak perlu memahami setiap lembar itu.
Mungkin, cukup kubiarkan aksara-aksara itu menjadi bahasa yang hanya bisa kurasakan—seperti langit yang tak perlu diterjemahkan agar tetap indah.
Karena pada akhirnya, memahami bukanlah kewajiban, tetapi sebuah perjalanan yang boleh saja tak memiliki tujuan.
Dan di antara halaman-halaman yang tak kumengerti, aku menemukanmu.
Baca Juga : Tawa Yang Tak Sempat Lahir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar